rightbrainmattersOtak kanan memang makin menjadi penting saat ini. Bukan karena kita “sirik” otak kiri, tetapi karena betul-betul dirasakan kebutuhannya, khususnya oleh Entrepreneur. Terlebih lagi, karena ilmu manajemen yang selama ini ada, yang lebih didasarkan logika dan rasional, ternyata tidak selamanya mampu mengatasi setiap persoalan bisnis.
Dan, mengapa harus otak kanan? Oleh karena, di otak kanan itulah sarat dengan hal-hal yang sifatnya eksperimental, divergen, bukan penilaian, metaforikal, subjektif, nonverbal, intuitif, diffuse, holistic, dan reseptif. Sementara kita sadar, otak kiri cenderung bersikaf objektif, presisi, aktif, logical, verbal, penilaian, linear, konvergen, dan numerical. Padahal, jika kita mampu memberdayakan otak kanan, maka ada kecenderungan akan mampu menyelesaikan setiap masalah dalam bisnis, bila dibandingkan kalau kita dengan hanya mengandalkan otak kiri.
Dengan kita mampu memberdayakan otak kanan. Maka setiap memecahkan persoalan dalam bisnis, kita pun dapat melihat secara keseluruhan, dan kemudian memecahkan berdasarkan firasat, dugaan atau intuisi. Intuisi ini adalah kemampuan untuk menerima atau menyadari informasi yang tidak dapat diterima oleh kelima indra kita.
Tampaknya ada yang khawatir dengan intuisi, karena mereka pikir intuisi bisa menghalangi pemikiran rasional. Sebenernya intuisi justru berdasarkan pada pemikiran yang rasional dan tidak dapat berfungsi tanpanya. Saya sependapat dengan Robert Bernstrin, yang menyatakan, bahwa hanya
intuisi yang yang dapat melindungi kita dari orang-orang yang tidak mampu bekerja dan Cuma pinter ngomong.
Lalu? Seorang Entrepreneur yang mampu memberdayakan otak kanannya, biasanya juga cenderung memilih manajemen yang berstruktur luwes dan spontan, serta pada struktur yang sifatnya sama.
Lain halnya bila dia lebih mengandalkan otak kirinya. Maka dia akan lebih cenderung pada struktur hierarki dan pada kondisi manajemen yang berstruktur. Mengandalkan otak kiri juga cenderung membuat penyelesaian masalah dipecahkan satu per saru berdasarkan logika.
Kenyataan ini pernah kita alami saat studi dulu. Kita lebih banyak diajarkan atau dilatih oleh guru kita untuk selalu berfikir dengan otak kiri. Misalnya kita selalu dituntut berfikiran logis, analistik, dan berdasarkan pemikiran edukatif. Padahal hal tersebut ada kelemahannya. Kita tak dapat menggunakannya, bila data tak tersedia, data tak lengkap, atau sukar diperoleh data.
Maka, jika kita termasuk kategori otak kiri dan tidak melakukan upaya tertentu untuk memasukan beberapa aktivitas otak kanan, maka akan menimbulkan ketidakseimbangan. Ketidak seimbangan tersebut dapat mengakibatkan kesehatan mental dan fisik yang buruk, seperti mudah stress, mudah putus asa atau patah semangat.
Tapi dengan kita mampu memberdayakan otak kanan kita, maka kita juga akan lebih mudah dalam menghadapi setiap masalah yang muncul. Tentu saja hal tersebut berbeda dengan mereka yang hanya menggandalkan otak kiri, yang cenderung bersifat analistis. Yang jelas, kedua belahan otak tersebut sama pentingnya. Jika kita mampu memanfaatkan kedua otak ini, maka kita akan cenderung “seimbang” dalam setiap aspek kehidupan, termasuk urusan bisnis.
Bagaimana kalau kenyataannya dalam bisnis kita sehari-hari, kerap kali masih diharuskan untuk memutuskan, memilih, dan mengambil keputusan, dari beberapa alternative yang faktor-faktornya tidak diketahui? Tentu saja, jika proses berfikir kita masih dominan ke otak kiri yang cenderung bersifat logis, linear, dan rasional, tentu kita akan menyodorkan berpuluh-puluh pilihan.
Sebaliknya jika proses berfikir kita dominan ke otak kanan yang cenderung acak, tidak teratur, dan intuitif, saya yakin kita dengan antusias yang kuat akan memilih satu pilihan dan berhasil. Maka, tak ada salahnya jika kita mau memberdayakan otak kanan.